Rabu, 06 Juni 2012

Lila, Ruang bagi Sahabat Perempuan

BERMULA dari pertanyaan Mariana Amiruddin - direktur Jurnal Perempuan, “Ada gak sih komunitas yang bisa mendampingi teman-teman yang menderita kanker?”, saya jadi terusik. Setelah mengingat-ingat tanpa hasil, saya timpalin Mar, “Kalau gak ada, kenapa gak kita buat aja?”

Selasa malam, 17 Januari 2012, saya menyambangi kantor redaksi Jurnal Perempuan di kawasan Saharjo, Jakarta. Di sana, Mariana dan Dhyta Caturani sudah menunggu. Bertiga, kami ngobrol ngalor-ngidul. Ah, gak tepat begitu. Karena meski gak terstruktur, obrolan kami toh gak jauh-jauh dari urusan perempuan, tumor dan kanker. Tentang betapa kami sering ‘kecolongan’ dengan kepergian sahabat perempuan yang ‘mendadak’. Tentang  beban mental luar biasa yang harus dipikul teman-teman penderita, namun mereka memilih untuk menutup diri. Tentang Dhyta yang berhasil jadi cancer survivor, meski secara medis survival rate-nya konon kurang dari 5%. Tentang masa lalu saya yang harus bolak-balik masuk kamar bedah…

Malam semakin menua saat Helga Worotitjan bergabung. Saya harus pulang. Tapi kami sepakat bahwa pendampingan mental-psikologis penting bagi penderita kanker. Sama pentingnya dengan pendampingan medis. Dari pengalaman mendampingi sahabat yang menderita kanker, kami belajar bahwa kondisi emosional seseorang sangat mempengaruhi tingkat kekebalan tubuhnya. Orang yang berada pada tingkat emosional yang rapuh, penyakit kankernya akan lebih cepat berkembang, karena tingkat kekebalan tubuhnya menurun. Kondisi emosi yang positif, penuh pengharapan, memang meningkatkan daya tahan tubuh kita, dan sebaliknya sikap negatif, takut, dan pasrah, akan menurunkan daya kekebalan tubuh.

Kami – saya, Helga, Dhyta dan Mar – bukan psikolog, bukan dokter/pakar di bidang kanker, bukan siapa-siapa. Tapi kami mau belajar untuk peduli…

Malam itu, sebelum tiba di rumah, pesan di bbm saya terus meriuh. Gak butuh waktu lama, ketika kami ber-4 sepakat untuk menamakan komunitas ini sebagai “Ruang Lila”. Lila, lila…mengapa Lila? Lila kedengarannya sangat perempuan. Di India, banyak perempuan bernama Lila, yang berarti keindahan. Di Indonesia, warna “nila” sering kita sebut juga dengan “lila” – warna pada spektrum yang panjang gelombangnya antara 450 dan 420 nanometer, terletak di antara biru dan violet. Yang mengesankan, ketika saya bicara dengan staf di kantor, Ibu Herry Kustatie, dia bilang Lila itu dalam bahasa Jawa (“Lilo”), artinya ikhlas…

Komunitas ini akhirnya terbentuk. Ruang Lila kami sepakati merupakan ruang berbagi untuk saling menguatkan antara relawan dan sahabat perempuan yg berjuang melawan kanker. Komunitas ini terbuka bagi siapapun yang memiliki interest yang sama: memberikan pendampingan dan menjadi tempat curhat, dengan harapan bisa memberikan dukungan mental/psikologis bagi sahabat-sahabat perempuan yang menderita kanker, tumor, dan penyakit-penyakit sejenis; atau mendukung sahabat-sahabat perempuan yang tengah mendampingi anggota keluarganya melawan kanker.

Ruang Lila mula-mula kami perkenalkan di twitter, sebelum akhirnya merambah ke facebook. Acara pertama lalu kami gagas untuk memperkenalkan komunitas ini. Di luar dugaan, banyak sekali pihak yang tiba-tiba mengulurkan bantuan. Mulai dari mbak Shahnaz Haque yang bersedia memberikan testimoni bagaimana ia berhasil menjadi survivor kanker ovarium, ibu Yuli Suliswidiawati – seorang psikolog dari Universitas Padjajajaran yang bersedia jadi narasumber, Jejaring.com yang menawarkan membuatkan website gratis, band Clavia yang mau manggung menghibur sahabat Ruang Lila, staf saya di kantor (Ibu Herry, Mbak Ida, Mbak Retno, Mbak Cut, Yani dan Viva) yang secara patungan menyumbang untuk menyiapkan konsumsi, mbak Ranti Hannah – seorang dokter yang menyumbangkan buku memoarnya saat mengidap kanker untuk dibagikan ke peserta, seorang pakar parenting dan dokter obgyn yang terpaksa saya tangguhkan kehadirannya untuk event berikutnya, dan banyak lagi pihak yang tidak bisa saya sebutkan satu-persatu…

Begitulah. Ruang Lila akhirnya benar-benar hadir di antara kita. Tepatnya dalam acara “Berbagi untuk Menguatkan” yang kami gelar pada Jumat, 10 Februari 2012 lalu di Kampus STIE Dharma Bumiputera, Jakarta. Tentu saja, dengan segenap keterbatasan dan tangan terbuka, kami terus mengundang sahabat-sahabat yang mau terlibat untuk peduli. Paling tidak, kita bisa ikut meniupkan semangat kepada sahabat-sahabat perempuan penderita kanker, mengingatkan mereka: “Kanker dan kematian adalah dua hal berbeda. Kanker dan kematian punya alamatnya masing-masing. Kita punya banyak alasan tetap optimis untuk hidup, melawan kanker, bahkan menaklukannya…”

Semata-mata karena kita Lila, kita ikhlas…. ****

Tidak ada komentar:

Posting Komentar